PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perjalanan dinas ini merupakan
pelaksanaan tugas yang diemban Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian sebagai anggota Tim Teknis Nasional Perundingan WTO bidang pertanian
untuk melaksanakan kajian akademik atas berbagai issu perundingan sebagai bahan
pertimbangan bagi delegasi RI dalam memperjuangkan kepentingan Indonesia dan
negara-negara mitranya pada putaran kesepakatan perdagangan WTO.
Perjalanan telah mendapatkan persetujuan
dari Menteri Pertanian dan persetujuan dari Sekretariat Negara. Agenda sidang
selama pekan pertanian (Agricultural Week) merupakan lanjutan putaran
perundingan dalam rangka penetapan modalitas sebagaio perasionalisasi dari
Kerangka Kesepakatan Juli 2011 :
1. First reading / scoping exercise
(Penggalian issu dan cakupan perundingan)
a. Formula untuk
mengurangi dukungan domestik distortif.
b. Preferensi
dagang.
c. Pembatasan
ekspor.
d. Revisy dan
klarifikasi Green Box.
2. Second reading / detailed technical
work (uraian teknis)
a. Kredit
ekspor, khususnya perlakukan khusus dan berbeda
b. Administrasi
kuota tarif
c.
Ekivalensi tarif ad valorem.
Selama menghadiri sidang yang di
organisir oleh Sekretariat WTO, kami juga menghadiri rapat koordinasi kelompok
G-33, G-20, dan Cairns sekutu runding Indonesia serta rapat konsultasi dengan
kelompok Uni Eropa.
TUJUAN KEGIATAN
Tujuan Umum
Dalam
kegiatan sidang yang diadakan oleh pihak WTO ini bertujuan untuk membangun
citra pertanian dari masing-masing anggota WTO. Dimana berdasarkan hasil riset
yang ditemukan ada beberapa isu yang sangat berpengaruh terhadap pertanian di
masing-masing anggota negara WTO. Karena hal itulah WTO mengadakan sidang
dengan tujuan membahas isu dan menemukan solusi untuk masalah tersebut.
Tujuan Khusus
v Mempererat
tali silaturahmi antar anggota WTO di seluruh
Indonesia,
v Mengembangkan
kemampuan dan
kreatifitas manusia di bidang pertanian
v Menjadi
wadah dalam membahas masalah, menampung aspirasi, dan menemukan solusi mengenai
isu pertanian
v Menumbuhkan
rasa tanggung jawab untuk turut berpartisipasi dan berperan dalam mengatasi masalah pertanian
v Bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat
yang bergerak dalam bidang Pertanian.
DASAR PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Peraturan
Perundang-undangan tentang WTO
2. Peraturan
Perundang-undangan mengenai kerja sama antara seluruh pertanian negara dalam
WTO
3. Peraturan
Perundang-undangan tentang Pertanian di Indonesia
SASARAN KEGIATAN
Dalam
Sidang yang diadakan di Jakarta sebagai ibukota negara sengan membahas masalah
pertanian dalam WTO. Sasaran dalam kegiatan ini adalah :
1. Seluruh
anggota WTO di seluruh Indonesia
2. Pihak
Pemerintah yang berperan dalam kegiatan Pertanian di Indonesia
3. Seluruh
elemen dalam Negara yang berpengaruh di bidang Pertanian,
PELAKSANAAN
TEMA
“
Menggunakan Kreatifitas dalam Meningkatkan Pertanian di Indonesia”
WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN
Waktu : Tanggal 5 – 7 Juli 2011
Tempat : Kantor Dinas Pertanian Jakarta
AGENDA
No.
|
Tanggal dan Waktu
|
Kegiatan
|
1
|
Selasa, 05
Juli 2011
|
|
18.45
WIB
|
Tiba
di Bandar Udara Soekarno
Hatta Jakarta
|
|
19.15
WIB
|
Reservasi Hotel
|
|
20.00
WIB
|
Makan
Malam
|
|
21.00
WIB
|
Istirahat
|
|
|
||
2
|
Rabu, 06 Juli
2011
|
|
07.00
WIB
|
Sarapan
Pagi
|
|
08.00 WIB
|
Pembukaan Sidang Pertanian WTO
|
|
08.30
– 12.00 WIB
|
Pembahasan
Masalah dalam Sidang
|
|
12.00 WIB
|
Istirahat dan Makan Siang
|
|
13.00
WIB
|
Penyampaian
Pendapat dari seluruh Peserta sidang
|
|
15.00 WIB
|
Penutupan Sidang Pertama
|
|
16.00
WIB
|
Istirahat
di Hotel
|
|
|
||
3
|
Kamis, 07 Juli
2011
|
|
07.00 WIB
|
Pembukaan sidang kembali
|
|
08.00
WIB
|
Menyimpulkan
Hasil Sidang
|
|
12.00 WIB
|
Istirahat dan Makan Siang
|
|
13.00
WIB
|
Membacakan
hasil Keputusan Sidang
|
|
15.00 WIB
|
Chek Out dari Hotel dan Kembali ke
Surabaya
|
HASIL YANG DICAPAI
1. De minimis bagi negara-negara sedang
berkembang dikecualikan dari pengurangan Posisi Indonesia dalam hal ini
disalurkan melalui pernyataan G-20 yang pada intinya kurang lebih sebagai
berikut :
(i) Target utama formula penurunan trade-distorting
domestic support adalah subsidi AMS karena subsidi ini merupakan komponen terbesar
dalam trade-distorting domestic support dalam konteks lower reductions
levels making deeper cuts.
(ii) Untuk negara berkembang (S&D),
G-20 mendukung penurunan trade distorting domestic support dalam konteks lower
reductions level dan longer periods of time. Hal ini harus
terefleksi dalam penerapan formula penurunan dalam setiap band/tier.
(iii) Dalam kaitan dengan Blue Box, G-20
menekankan pentingnya perhitunagn dan verifikasi value of production,
karena merupakan dasar dalam menentukan base level yang credible S&D
dalam kaitannya dengan trade distorting domestic support perlu dibahas.
(iv) Penentuan penurunan de minimis juga
tergantung dengan value of production. G-20 memandang bahwa de minimis
dan AMS support merupakan 2 jenis subsidi yang sama-sama bersifat mendistorsi pasar
sehingga untuk menjamin totalitas penurunannya, keduanya harus saling terkait
jangan dipisahkan (untuk menghindari double counting).
(v) G-20 juga menekankan bahwa besar
penurunan de minimis negara negara berkembang harus masuk akal, hal ini
mengingat pada kenyataannya semua negara berkembang mengalokasikan deminimisnya
untuk petani subsistem dan miskin (para 11 July Framework)
(vi) G-20 menekankan pendekatan
“bottom-up” dalam menghitung dan menurunkan overal trade distorting domestic
support, dimana diawali dengan menghitung masing-masing komponen (Amber +
Blue + de minimis), dan total komponen tersebut merupakan overal trade distorting
domestic support. Setelah itu, baru tiered formula bisa ditentukan agar
penurunan secara substansial dipastikan tercapai.
2. Preferensi Dagang
Issu eksistensi provisi dan fakta erosi
preferensi dagang menimbulkan perdebatan kontroversi sengit diantara anggota
pendukung (negara-negara Afrika, Pasifik dan Caribia-APC) dengan penentangnya
(negara-negara Amerika Latin). Negara-negara pendukungnya berpendapat bahwa
Preferensi amat penting untuk memfasilitasi pembangunan bagi sejumlah negara
sedang berkembang, miskin, kecil dan rentan terhadap liberalisasi perdagangan.
Kesepakatan WTO telah menimbulkan erosi
preferensi sehingga harus dicegah tidak semakin berdampak buruk. Landasan
hukumnya sudah jelas dan final yaitu paragraf 44 Kerangka Kesepakatan Juli.
Provisi preferensi merupakan bagian dari perlakuan khusus dan berbeda bagi
negara-negara yang secara historis telah lama memperolehnya. Hal senada
disampaikan oleh kelompok G-20 (terlampir), dengan tambahan perlunya transparansi
informasi perihal ini bagi semua negara anggota.
Sebaliknya, negara-negara penentang
berpandangan bahwa Preferensi dagang tidak sesuai dengan prinsip dasar WTO,
yaitu : diskriminatif, distortif dan menghambat perdagangan. Oleh karena itu,
provisi Preferensi haruslah disusun sesuai prinsip umum Most Favorable
Nations (MFN) yang terbuka bagi semua negara anggota dengan kriteria
obyektif dan kompatible dengan ketentuan “Enabling Clause“.
Kontroversi menjadi amat sengit karena
Preferensi dagang secara realitas telah menimbulkan perang dagang pisang “banana
war” dalam beberapa tahun terakhir sehingga secara politik amat sensitif
pula (Pernyataan bersama beberapa presiden negara-negara Amerika Latin
terlampir).
Oleh karena kelompok yang pro maupun
kontra adalah anggota G-33, sekutu runding Indonesia, maka amat wajar G-33
mengambil posisi netral, sepakat untuk tidak mengeluarkan pernyataan. Indonesia
pun mengambil sikap sama, tidak mengeluarkan pernyataan atau abstain. Pimpinan
sidang, Tim Grosser, menutup diskusi dengan mengatakan bahwa masalah ini akan
dirumuskan dengan pendekatan “Two Boxes”, tanpa penjelasan lebih lanjut.
3. Pembatasan Ekspor
Bahasan mengenai pembatasan ekspor lebih
terfokus pada issu pajak dan hambatan kuantitatif ekspor yang lebih banyak
diterapkan di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Terdapat
empat pandangan terhadap issu ini.
a. Pajak ekspor harus didisiplinkan
(Amerika Serikat, G-20) Amerika serikat berpandangan bahwa secara legal,
pembahasan mengenai pajak ekspor termasuk dalam amanat Kerangka Kesepakatan
Juli, dan pajak eskpor harus di disiplinkan karena bertentangan dengan prinsip
dasar WTO : distortif dan mendorong instabilitas harga. Namun demikian, Amerika
Serikat dapat memahami pentingya pajak ekspor sebagai instrumen untuk
penerimaan negara di sejumlah negara sedang berkembang. Oleh karena itu,
modalitas pajak ekspor haruslah disusun dengan memperhatikan kesesuainnya
dengan prinsip dasar WTO dan kepentingannya sebagai perolehan penerimaan negara
bagi negara-negara sedang berkembang.
b. Penghapusan hambatan kuantitatif atas
ekspor (G-20) Kelompok G-20 berpandangan bahwa yang diamanatkan oleh Kesepakatan
paket Juli adalah larangan dan hambatan ekspor, spesifiknya, penghapusan
hambatan kuatitatif terhadap eskpor yang sesungguhnya telah diamanatkan dalam
Article XI GATT 1994 dan Article 12 Agreement on Agriculture. Hambatan ekspor
hanya boleh diterapkan untuk mencegah atau mengatasai masalah kelangkaan pangan
di negara eskportir, bersifat temporerdan tidak diskriminatif (draft
terlampir). G-20 mengusulkan agar disiplin mengenai hal ini juga mencakup
ketentuan :
(i) Setiap anggota harus melaporkan kepada
Komite Pertanian WTO segala larangan dan hambatan eskpor yang diterapkannya dan
atau meminta perhatian Komite Pertanian tentang adanya hambatan dan larangan yang
mestinya dilaporkan anggota lainnya.
(ii) Larangan dan hambatan ekspor pangan
dan pakan harus dihapuskan dalam satu tahun, atau jika disetujui negara
importir dapat diperpanjang menjadi tidak lebih 15 bulan, dengan memberitahukan
kepada Komite Pertanian.
(iii) Batasan waktu perlu ditetapkan
untuk hambatan ekspor temporer sesuai paragraf 1 Article 12 Agreement on
Agriculture, dan jika melakukan perpanjangan anggota bersangkutan harus
menyampaikan alasan yang dapat menjustifikasinya.
(iv) Mekanisme surveilans tahunan perlu
ditetapkan untuk mengamati pelaksanaan kewajiban tersebut diatas.
c. Pajak ekspor tidak termasuk dalam
cakupan ketentuan paragraf 50 Kerangka Kesepakatan Juli (Negara-negara sedang
berkembang). Pajak eskpor tidak perlu dibahas lebih lanjut karena tidak
termasuk dalam cakupan Kerangka Kesepakatan Juli maupun mandat Kesepakatan Doha.
RINCIAN BIAYA
TANGGAL
|
PERINCIAN
BIAYA
|
JUMLAH
|
KETERANGAN
|
05
Juli 2011
|
Biaya
pesawat Surabaya – Jakarta
|
Rp
850.000
|
Air
Asia, 1 orang, tepat waktu
|
05
Juli 2011
|
Biaya
Airport Tax
|
Rp
15.000
|
-
|
05
Juli 2011
|
Fasilitas
angkutan dalam kota
|
Rp
35.000
|
Taxi
|
05
Juli 2011
|
Biaya
penginapan
|
Rp
750.000
|
3
hari, 1 orang
|
05
Juli 2011
|
Biaya
konsumsi
|
Rp
30.000
|
Makan
minuman 1 orang.
|
05
Juli 2011
|
Biaya
uang harian
|
Rp
300.000
|
1
orang
|
06
Juli 2011
|
Biaya
konsumsi
|
Rp
30.000
|
Makan
minuman 1 orang.
|
06
Juli 2011
|
Biaya
representasi
|
Rp
200.000
|
1
orang
|
06
Juli 2011
|
Biaya
konsumsi
|
Rp
80.000
|
Makan
1 orang, snack, minuman.
|
06
Juli 2011
|
Seminar
Kit
|
Rp
80.000
|
1
orang
|
06
Juli 2011
|
Biaya
konsumsi
|
Rp
30.000
|
Makan
minuman 1 orang.
|
06
Juli 2011
|
Fasilitas
angkutan dalam kota
|
Rp
35.000
|
Taxi
|
07
Juli 2011
|
Fasilitas
angkutan dalam kota
|
Rp
35.000
|
Taxi
|
07
Juli 2011
|
Biaya
konsumsi
|
Rp
30.000
|
Makan
minuman 1 orang.
|
07
Juli 2011
|
Biaya
representasi
|
Rp
200.000
|
1
orang
|
07
Juli 2011
|
Biaya
Airport Tax
|
Rp
15.000
|
|
07
Juli 2011
|
Biaya
pesawat Jakarta - Surabaya
|
Rp
850.000
|
Air
Asia, 1 orang, Delayed.
|
07
Juli 2011
|
Biaya
snack Amanda
|
Rp
25.000
|
1
orang
|
07
Juli 2011
|
Fasilitas
angkutan dalam kota
|
Rp
30.000
|
1
orang
|
Jumlah
|
Rp 3.593.000
|
|
KESIMPULAN
Kesimpulan dan Saran
Negosiasi modalitas berlangsung alot dan
amat lambat. Disatu sisi hal ini dapat dimaklumi karena memang cakupan issu
negosiasi amat luas dan kompleks, perbedaan kepentingan antar anggota dan
sensitif secara politis. Selain itu, proses negosiasi dilakukan secara paralel
dan maju secara berimbang diantara ketiga pilar akses pasar, dukungan domestik
dan kompetisi ekspor (seluruh aspek negosiasi). Disisi lain, hal itu juga
bagian dari strategi untuk mengulur waktu yang dapat membuat sebagian pihak
terlena untuk selanjutnya kurang cermat tatkala negosiasi dipercepat dan
dipaksakan mengambil keputusan menjelang putaran akhir perundingan pada bulan
Nopember – Desember mendatang. Oleh karena itu, Tim Perunding Indonesia harus
terus waspada dan nmelakukan tindakan antisipasi dini perihal semua aspek
perundingan. Beberapa langkah antisipasi yang perlu segera dilaksanakan adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan kajian metode konversi AVE
dan implikasinya terhadap Indonesia AVE akan menjadi dasar penetapan modalitas
penurunan tarif sehingga esensial untuk penetapan posisi ”bands” tarif pada
perundingan selanjutnya. Kajian ini mestinya prioritas utama Tim Teknis
Nasional Perundingan WTO.
2. Melakukan keputusan akhir tentang
kriteria Special Products dan penerapannya
di Indonesia. Kajian kriteria yang telah
ada perlu disintesis dan selanjutnya diambil keputusan kriteria definitif yang
mestinya diperjuangkan Indonesia. Hal ini merupakan keputusan pimpinan Tim
Teknis Nasional.
3. Mempersiapkan perhitungan Domestic
Support
Hasil perhitungan empiris mengenai
Domestic Support juga esensial untuk penetapan “bands” dan “bound” pada
perundingan selanjutnya.
4. Melakukan kajian mengenai implikasi
provisi kredit dan pembatasan ekspor terhadap Indonesia. Perundingan mengenai
modalitas pada dasarnya adalah penyusunan petunjuk teknis Kerangka Kesepakatan
Juli. Oleh karena itu, dukungan analisis dan kajian akademik merupakan
kebutuhan esensial bagi para juru runding Indonesia. Tim Teknis Nasional perlu
terus berkoordinasi dengan Delri/juru runding Indonesia, termasuk
berpartisipasi aktif secara reguler dalam perundingan di Jenewa. Kepada
Delegasi Indonesia disarankan mengambil garis perjuangan dan posisi runding
untuk beberapa issu, sebegai berikut :
1. Scoping proposal tentang kriteria
Green Box :
a. Mengajukan “Scoping proposal” tentang
kriteria Green Box yang sesuai dengan kondisi dan prtaktek di negara-negara
sedang berkembang khususnya bantuan domestik untuk tujuan pembangunan sesuai
dengan agenda pembangunan Doha dan sebagaimana diamanatkan paragraf 16 Kerangka
Kesepakatan Juli : “(will) take due account of non-trade concern”, khususnya
“bantuan untuk petani subsisten dan petani kecil”(resource poor) (menurut
Paragraf 11 hanya dikecualikan dalam penurunan de minimis tetapi tetap dihitung
dalam AMS). Proposal ini dapat diajukan atas nama Indonesia sendiri maupun atas
nama kelompok G-33.
b. Bantuan perlindungan asuransi
kerugian akibat penurunan harga tidak termasuk kategori Green Box (Annex-2,
para 7 c)
2. Export tax
Mempertahankan bahwa “export tax” tidak
termasuk dalam mandat pembahasan modalitas Kesepakatan Juli. Paragraf 49 secara
eksplisit mengatakan “differential export taxes” adalah “issues of interest but
not agreed”. Lagi pula export tax di negara-negara sedang berkembang
dimaksudkan sebagai instrumen penerimaan negara dan ketahanan pangan.
3. Export credit
Sesuai dengan paragraf 17, segala bentuk
subsidi ekspor, termasuk kredit ekspor harus diturunkan hingga hapus dengan
jadwal akhir tertentu (misalnya 10 tahun). Tenggat waktu kredit ekspor maksimum
180 hari tanpa kecuali ; termasuk “animal and agricultural vegetable
reproduction materal” (paragraf 18 butir kedua).
4. De minimis
Negara-negara sedang berkembang
dikecualikan dari kewajiban menurunkan batas de minimis karena terutama
diberikan kepada petani subsisten dan miskin untuk keseimbangan karena dukungan
domestik lainnya praktis amat kecil.
5. State Trading Enterprise (STE)
Pembahasan STE hanyalah untuk STE pada
bidang usaha eksportasi, bukan pada bidang usaha importasi.
PENUTUP
Demikian laporan perjalanan Dinas Sidang
Khusus Pertanian WTO dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah Ilmu Komunikasi
dan dapat dijadikan bahan pembelajaran dalam mengambil keputusan yang berkaitan
dengan penanganan yang berhubungan dengan bidang Pertanian.
LAMPIRAN
Tiket pesawat
Kwitansi Hotel
Contoh Kwitansi Pembayaran Taksi
Contoh Kwitansi Pembayaran Uang Harian
Contoh Kwitansi Untuk Biaya Representasi
Contoh Kwitansi untuk Biaya Seminar kit
Contoh Kwitansi untuk Konsumsi
Contoh Surat Tugas untuk Perjalanan Dinas
Saya ingin berbagi kesaksian tentang bagaimana layanan pendanaan Le_Meridian membantu saya dengan pinjaman 2,000,000.00 USD untuk membiayai proyek pertanian ganja saya, saya sangat berterima kasih dan saya berjanji untuk membagikan perusahaan pendanaan yang sah ini kepada siapa pun yang mencari cara untuk memperluas bisnisnya project.the company adalah perusahaan pendanaan UK / USA. Siapa pun yang mencari dukungan keuangan harus menghubungi mereka di lfdsloans@outlook.com Atau lfdsloans@lemeridianfds.com Bpk. Benjamin juga menggunakan whatsapp 1-989-394-3740 untuk mempermudah segala pemohon.
BalasHapus